BAB III
KONSEP DASAR PERENCANAAN TAMBANG
3.1 PENGERTIAN
Perencanaan adalah penentuan persyaratan dalan mencapai sasaran,kegiatan
serta urutan teknik pelaksanaan berbagai macam kegiatan untuk mencapai
suatu tujuan dan sasaran yang diinginkan. Pada dasarnya perencanaan
dibagi atas 2 bagian utama, yaitu:
1. Perencanaan strategis yang mengscu kepada sasaran secara menyeluruh,
strategi pencapaiannya serta penentuan cara, waktu, dan biaya.
2. Perencanaan operasional, menyangkut teknik pengerjaan dan penggunaan sumber daya untuk mencapai sasaran.
Dari dasar perencanaan tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa suatu
perencanaan akan berjalan dengan menggunakan dua pertimbangan yaitu
pertimbangan ekonomis dan pertimbangan teknis. Untuk merealisasikan
perencanaan tersebut dibutuhkan suatu program-program kegiatan yang
sistematis berupa rancangan kegiatan yang dalam perencanaan penambangan
disebut rancangan teknis penambangan
Rancangan teknis ini sangat dibutuhkan karena merupakan landasan dasar
atau konsep dasar dalam pembukaan suatu tambang khususnya tambang bijih
nikel.
3.2. PERHITUNGAN CADANGAN BIJIH
Salah satu tahapan dalam melakukan perencanan tambang adalah melakukan
prhitungan cadangan. Untuk setiap blok atau lubang dalam bijih harus
dihitung kualitas dan kuantitasnya dengan baik. Dengan menggunakan data
hasil perhitungan cadangan maka rencana produksi dapat dibuat.
Untuk mengetahui cadangan bijih nikel di Tanjung Buli dihitung dengan
menggunakan metode area of influence. Data bor yang dijadikan acuan
perhitungan adalah data loging bor spasi 50 meter x 50 meter,dengan data
elevasi terbaru.
Untuk menghitung volume cadangan maka didapat dengan mengalikan antara
luas blok dengan ketebalan yang mengandung bijih pada data log bor
tersebut.
Volume = luas x tebal ……………………………………. (3.1)
Sedangkan menghitung tonnage cadangan diperoleh dari hasil kali volume blok dengan density insitu.
Tonnage = Volume x Density ……………………………..… (3.2)
3.3 PERTIMBANGAN DASAR PERENCANAAN TAMBANG
Dalam suatu perencanaan tambang, khususnya tambang bijih nikel terdapat dua pertimbangan dasar yang perlu diperhatikan, yaitu:
3.3.1 Pertimbangan Ekonomis
Pertimbangan ekonomis ini menyangkut anggaran. Data untuk pertimbangan
ekonomis dalam melakukan perencanaan tambang batubara,yaitu:
a. Nilai (value) dari endapan per ton batubara
b. Ongkos produksi, yaitu ongkos yang diperlukan sampai mendapatkan produk berupa bijih nikel diluar ongkos stripping.
c. Ongkos”stripping of overburden”dengan terlebih dahulu mengetahui “stripping ratio”nya.
d. Keuntungan yang diharapkan dengan mengetahui “Economic Stripping Ratio”.
e. Kondisi pasar
3.3.2 Pertimbangan Teknis
Yang termasuk dalam data untuk pertimbangan teknis adalah:
a. Menentukan “Ultimate Pit Slope (UPS)”
Ultimate pit slope adalah kemiringan umum pada akhir operasi penambangan
yang tidak menyebabkan kelongsoran atau jenjang masih dalam keadaan
stabil. Untuk menentukan UPS ada beberapa hal yang harus diperhatikan
yaitu:
- Stripping ratio yang diperbolehkan.
- Sifat fisik dan mekanik batuan
- Struktur Geologi
- Jumlah air dalam di dalam batuan
b. Ukuran dan batas maksimum dari kedalaman tambang pada akhir operasi
c. Dimensi jenjang/bench
Cara-cara pebongkaran atau penggalian mempengaruhi ukuran jenjang.
Dimensi jenjang juga sangat tergantung pada produksi yang diinginkan dan
alat-alat yang digunakan. Dimensi jenjang harus mampu menjamin
kelancaran aktivitas alat mekanis dan faktor keamanan. Dimensi jenjang
ini meliputi tinggi, lebar, dan panjang jenjang.
d. Pemilihan sistem penirisan yang tergantung kondisi air tanah dan curah hujan daerah penambangan.
e. Kondisi geometrik jalan
Kondisi geometrik jalan terdiri dari beberapa parameter antara lain
lebar jalan, kemiringan jalan, jumlah lajur, jari-jari
belokan,superelevasi,cross slope, dan jarak terdekat yang dapat dilalui
oleh alat angkut.
f. Pemilihan peralatan mekanis yang meliputi:
- Pemilihan alat dengan jumlah dan type yang sesuai.
- Koordinasi kerja alat-alat yang digunakan.
g. Kondisi geografi dan geologi
● Topografi
Topografi suatu daerah sangat berpengaruh terhadap sistem
penambanganyang digunakan. Dari faktor topografi ini,dapat ditentukan
cara penggalian, tempat penimbunan overburden, penentuan jenis alat,
jalur-jalur jalan yang dipergunakan,dan sistem penirisan tambang.
● Struktur geologi
Struktur geologi ini terdiri atas lipatan, patahan, rekahan, perlapisan dan gerakan-gerakan tektonis.
● Penyebaran batuan
● Kondisi air tanah terutama bila disertai oleh stratifikasi dan
rekahan.Adanya air dalam massa ini akan menimbulkan tegangan air pori.
3.4 DASAR PEMILIHAN SISTEM PENAMBANGAN
Dengan perkembangan teknologi, sistem penambangan dibagi dalam tiga sistem penambangan yaitu:
Tambang terbuka yaitu sistem penambangan yang seluruh kegiatan penambangannya berhubungan langsung dengan udara luar.
Tambang dalam yaitu sistem penambangan yang aktivitas penambangannya dibawah permukaan atau di dalam tanah.
Tambang bawah air (Under water Mining)
Dalam penentuan sistem penambangan yang akan digunakan ada beberapa hal yang harus diperhatikan, diantaranya adalah:
● Letak kedalaman endapan apakah dekat dengan permukaan bumi atau jauh dari permukaan.
● Pertimbangan ekonomis yang tujuannya untuk memperoleh keuntungan yang
maksimal dengan ”Mining Recovery” yang maksimal dan relatif aman.
● Pertimbangan teknis
● Pertimbangan Teknologi.
Ketiga sistem penambangan yang telah disebutkan sebelumnya, mempunyai
kelebihan dan kekurangan masing-masing serta sesuai dengan karakteristik
dari endapan yang akan ditambang. Khusus dalam penelitian ini akan
dibahas sistem penambangan secara tambang terbuka.
Metode penambangan yang biasanya digunakan untuk tambang bijih adalah
metode open pit, open mine, open cut, dan open cast. Perbedaan dari
keempat metode ini dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar 3.1
Open pit/Open Cast dan Open Cut/Open Mine
Pada kegiatan penambangan menggunakan empat metode diatas, bijih
berasal dari penggalian excavator baik dilakukan sendiri atau dengan
kombinasi alat lain cara penggalian bijih nikel yang digunakan pada
metode penambangan open pit,open cut, open cast dan open mine adalah:
a. Sistem jenjang tunggal (Single Bench)
Sistem jenjang tunggal biasanya dipakai untuk menambang bahan galian
yang relatif dangkal dan memungkinkan unutk beroperasi dengan jenjang
tunggal.
Gambar 3.2 Jenjang Tunggal
Tinggi jenjang maksimum yang stabil, kemiringannya tergantung pada jenis
batuan yang ditambang. Ketinggian jenjang yang aman ditetapkan dengan
mempertimbangkan keselamatan pekerja dan peralatan.
Ketinggian jenjang berhubungan erat dengan kesetabilan permukaan yang
aman adalah apabila alat-alat yang berioperasi dan pekerja dalam kondisi
tidak aman, dimana tempat yang enjadi landasan terdapat kemungkinan
akan runtuh/longsor.
Besarnya hasil produksi yang dihasilkan dengan jenjang tunggal sangat
terbatas dan ditentukan oleh kapasitas alat. Selain itu juga ditentukan
oleh luas permukaan kerja (front).
b. Sistem jenjang bertingkat (Multiple bench)
Penambangan dengan jenjang bertingkat umumnya digunakan untuk menambang
bahan galian yang kompak (massive) dan endapan bijih tebal yang sanggup
ditambang jika menggunakan cara penambangan dengan jenjang tunggal.
Jenis batuannya harus kuat dan keras agar dapat mendukung beban yang ada
diatasnya.
Gambar 3.3 Jenjang Bertingkat
Kemiringan lereng dapat dibuat lebih vertikal jika daya dukung batuan
besar. Pit slope bervariasi antara 20º - 70º. Dari horizontal. Hal ini
diaksud agar mendapatkan perolehan bijih yang lebih banyak lagi.
Kestabilan jenjang perlu dijaga terutama untuk mempertinggi faktor
keamanan. Untuk menghindari kecelakaan, beberapa cara dapat dilakukan
yaitu dengan pembersihan bongkah-bongkah batu yang menempel pada dinding
jenjang, mengetahui daerah kritis,pengeringan, dan memonitor pergerakan
dan pergeseran.
Pada pemilihan sistem penambangan secara tambang terbuka ada beberapa
faktor yang berpengaruh terhadap pemilihan sistem penambangan, yaitu :
3.4.1 Jumlah Tanah Penutup
Tanah penutup atau overburden yaitu tanah yang berada di atas lapisan
bijih. Sebelum pengambilan bijih, terlebih dahulu tanah penutupnya harus
dikupas. Jumlah dari tanah penutup harus diketahui dengan jelas untuk
menentukan nilai “Stripping Ratio”.
3.4.2 Jumlah Cadangan Bijih
Dari data hasil pemboran dan eksplorasi, dapat diketahui jumlah cadangan
bijih yang dapat ditambang (mineable). Dari jumlah bijih nikel hasil
perhitungan cadangan tersebut terdapat standar pengurangan yang
digunakan oleh perusahaan sehinggga diperoleh mining recovery. Standar
pengurangan tersebut dapat berupa:
- Geologi faktor
- Mining loss
- Dilution
3.4.3 Batas Penambangan (Pit Limit) dan Stripping ratio
Batas penambangan ditentukan dengan cara menentukan daerah yang layak
untuk diproduksi. Cara penentuannya adalah dengan memisahkan daerah yang
layak dalam masalah kadar,diman kelayakan kadar adalah cut off grade
(COG). COG adalah kadar rata-rata terendah yang asih menguntungkan.
Kemudian langkah selanjutnya adalah menghitung stripping ratio (SR). SR
adalah perbandingan antara volume tanah penutup yang dipindahkan per
satuan berat bijih (satuan m3/ton). Sehingga dengan mengetahui nilai SR,
maka dari daerah yang sudah memenuhi syarat COG dilihat lagi SRnya.
Jika SRnya lebih besar dari SR yang ditentukan perusahaan, maka daerah
tersebut tidak layak untuk diproduksi.
………………………… (3.3)
Gambar 3.4
Dimensi Pengukuran Stripping ratio
3.5 RANCANGAN TEKNIS PENAMBANGAN
Rancangan teknis penambangan merupakan bagian dari suatu perencanaan
tambang. Rancangan penambangan ini merupakan program penambangan yang
akan dikerjakan dan telah diberikan batas-batas dan aturan tegas yang
harus dipenuhi dalam setiap aktivitasnya sebagai bagian dari keseluruhan
perencanaan tambang tersebut.
Setelah menganalisa dasar dari pemilihan sistem penambangan, maka dibuat
suatu rancangan penambangan atau teknis pelaksanaan penambangan
tersebut. Analisa yang dibuat berupa metode penambangan yang akan
diterapkan.
3.5.1 Persiapan Penambangan
Persiapan penambangan merupakan kegiatan pendahuluan dari aktivitas
penambangan. Persiapan penambangan ini berupa pembersihan areal yang
akan ditambang (Land Clearing), pembuatan jalan tambang, penanganan
masalah air (drainase) dan pengupasan tanah penutup (Stripping OB).
Pembersihan lahan adalah suatu pekerjaan tahap awal pada kegiatan
penambangan. Pembersihan lahan ini dilakukan untuk menyingkirkan
pepohonan dan semak belukar yang tubuh di sekitar areal penambangan dan
mempersiapkan akses masuk ke tambang atau pembuatan jalan angkut.
Penanganan masalah air tambang mencakup pembuatan saluran, sumuran, dan
kolam pengendapan. Dimensi saluran, sumuran dan kolam pengendapan harus
dibuat sesuai dengan debit air yang ada sehingga air tambang tidak
langsung mengalir ke air bebas yang dapat menimbulkan masalah
lingkungan.
Pekerjaan pengupasan yang dilakukan pada tanah penutup,biasanya
dilakukan bersama-sama dengan clearing dengan menggunakan alat
bulldozer. Pekerjaan ini dimulai dari tepat yang lebih tinggi, dan tanah
penutup didorong ke bawah ke arah yang lebih rendah sehingga alat dapat
bekerja dengan bantuan gaya gravitasi.
3.5.2 Desain Jenjang dan Analisis Kemantapan Lereng
Karena letak bijih berada dilapisan bawah dari permukaan dan tertutup
oleh lapisan tanah penutup, maka untuk mencapai lapisan bijih itu
biasanya dibuat jenjang/bench. Suatu jenjang yang dibuat harus mampu
menampung dan mempermudah pergerakan alat-alat mekanis pada saat
aktivitas pengupasan tanah penutup dan pengambilan bijih.
Dimensi suatu jenjang dapat ditentukan dengan mengetahui data produksi
yang diinginkan, peralatan mekanis yang digunakan, material yang digali,
jenis pembongkaran dan penggalian yang dipergunakan dan batas kedalaman
penggalian atau tebalnya lapisan bijih, serta data sifat mekanik dan
sifat fisik batuan unutk kestabilan lereng. Dimensi daripada jenjang
adalah:
a. Panjang jenjang
Panjang jenjang tergantung pada produksi yang diinginkan dan luas dari
areal penambangan atau dibuat sampai pada batas penambangan yang
direncanakan. Pada dasarnya adalah alat-alat mekanis yang digunakan
mempunyai ruang gerak yang cukup untuk bermanuver dalam aktivitasnya.
b. Lebar jenjang
Lebar jenjang dirancang sesuai dengan jarak yang dibutuhkan oleh alat
mekanis dalam beroperasi, dalam hal ini alat gali/muat dan alat
angkut.Untuk menghitung lebar jenjang minimum dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan:
Wmin = 2R +JP + C + JA ……………………….. (3.4)
Dimana:
W min = Lebar jenjang minimum
R = Radius putar alat muat excavator back hoe
JP = Jangkauan penumpahan BH
C = Lebar alat angkut
JA = Jarak aman
c. Tinggi jenjang
Tinggi jenjang adalah jarak vertikal yang diukur dari kaki jenjang ke
puncak jenjang tersebut. Tinggi jenjang dibuat tergantung dari faktor
keamanan suatu lereng dan tinggi maksimum penggalian dari alat gali yang
digunakan.
Analisis kemantapan lereng (slope stability) diperlukan sebagai
pendekatan untuk memecahkan masalah kemungkinan longsor yang akan
terjadi pada suatu lereng. Lereng pada daerah penambangan dapat
mengalami kelongsoran apabila terjadi perubahan gaya yang bekerja pada
lereng tersebut. Perubahan gaya ini dapat terjadi karena pengaruh alam
atau karena aktivitas penambangan.
Kemantapan lereng tergantung pada gaya penggerak (driving force) yaitu
gaya yang menyebabkan kelongsoran dan gaya penahan (resisting force)
yaitu gaya penahan yang melawan kelongsoran yang ada pada bidang
gelincir tersebut serta tergantung pada besar atau kecilnya sudut
bidang gelincir atau sudut lereng.
Menurut prof. Hoek (1981) kemantapan lereng biasanya dinyatakan dalam
bentuk faktor keamanan yang dapat dirumuskan sebagai berikut:
………………………………….. (3.5)
Dimana:
Fk > 1 berarti lereng aman
Fk = 1 berarti lereng dalam keadaan seimbang
Fk < 1 berarti lereng dianggap tidak stabil
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kemantapan dari lereng diantaranya adalah:
1. Geometri lereng
2. Sifat fisik dan mekanik tanah/batuan
3. Struktur geologi
4. Pengaruh air tanah
5. Pengaruh gaya-gaya luar
6. Kedudukan lereng terhadap bidang perlapisan batuan
7. Faktor waktu.
Longsoran pada suatu lereng dapat terjadi dengan beberapa bentuk atau
cara. Hal ini yang membuat analisa dari kemantapan lereng sangat penting
menurut Hoek & Bray (1981), klasifikasi longsoran dapat dibagi atas
:
1. Longsoran busur
Bidang gelincir dari longsoran ini mempunyai bentuk busur lingkaran.
Longsoran ini biasanya terjadi pada lereng dengan batuan yang sudah
mengalai pelapukan, tanah atau batuan yang ikatan anatarbutirnya relatif
lemah. Analisis kemantapan lereng dengan bentuk longsoran busur adalah
yang paling banyak dipakai terutama pada pekerjaan sipil dan
pertambangan atau tambang terbuka di daerah tropis.
2. Longsoran bidang (Plane failure)
Pergerakan material pada jenis longsoran ini akan melalui satu bidang
luncur. Bidang luncur adalah bidang lemah pada lereng perlapisan, sesar,
dan kekar. Longsoran ini dapat terjadi jika terdapat bidang luncur dan
arah bidang luncur relatif sejajar dengan kemiringan lereng. Kemiringan
lereng lebih besar dari sudut geser dalam dan terdapat bidang bebas pada
kedua sisi lereng.
3. Longsoran baji (wedge failure)
Bidang luncur dari longsoran jenis ini merupakan dua bidang lemah yang
saling berpotongan. Arah pergerakan akan searah dengan garis perpotongan
bidang lemah tersebut.
4. Longsoran guling ( topling failure)
Longsoran guling terjadi pada jenis batuan yang keras dan pada batuan
tersebut banyak terdapat bidang lemah yang relatif sejajar satu sama
lain. Kondisi yang memungkinkan terjadinya longsoran ini adalah jika
kemiringan lereng berlawanan arah dengan kemiringan bidang-bidang
lemahnya.
Longsoran tanah pada daerah penambangan diasumsikan bahwa:
a. Material yang membentuk lereng dianggap homogen dngan sifat mekanik akibat beban sama ke segala arah
b. Longsoran yang terjadi menghasilkan bidang luncur berupa busur
c. Tinggi permukaan air pada lereng adalah jenuh sampai kering sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.
Untuk menganalisa keungkinan longsoran, ada beberapa macam cara yang
digunakan. Salah satu diantara cara yang digunakan adalah dengan
menggunakan diagaram Hoek & Bray dimana tanah dengan lima macam
kondisi permukaan air tanahnya dibagi ke dalam lima diagram. Pemilihan
metode ini selain dan cepat hasilnya juga cukup teliti dan sering
dipergunakan untuk tahap perancangan.
3.5.3 Pembongkaran, Pemuatan dan Pengangkutan
Pembongkaran adalah upaya yang dilakukan untuk melepaskan batuan dari
batuan induknya baik dengan cara penggalian dengan enggunakan alat gali
maupun dengan cara pemboran dan peledakan. Pada intinya pembongkaran ini
bertujuan agar batuan dapat dengan mudah dan cepat dilepaskan serta
alat muat dapat dengan mudah memuat material ke alat angkut.
Pemuatan adalah kegiatan lanjutan setelah pembongkaran batuan pada
loading point yang bertujuan untuk memuat material ke alat angkut
kemudian diangkut ke titik dumping baik itu grizzly atau pada disposal
area.
Banyaknya material yang dibongkar, dimuat, dan diangkut oleh
masing-masing alat dinyatakan dalam jumlah produksi yang dapat diketahui
dengan menggunakan persamaan yang dikemukakan oleh Partanto
Projosumarto berikut:
a. Produksi alat gusur
……………………… (3.6)
Dimana:
P(BD) = produksi bulldozer (ton/jam)
Fk = faktor koreksi (%)
BF = Blade faktor (%)
KB = kapasitas blade (m3)
SF = swell factor (%)
D = density (ton/m3)
b. Produksi alat muat/gali
………………………. (3.7)
Dimana:
P(BH) = produksi excavator back hoe (ton/jam)
Eff. = effisiensi kerja (%)
KB = kapasitas blade (m3)
SF = swell factor (%)
FF = fill factor (%)
D = density (ton/m3)
Ct = Cycle time (menit)
c. Produksi alat angkut
…………………… (3.8)
Dimana:
P(DT) = produksi dump truck (ton/jam)
Eff. = effisiensi kerja (%)
KB = kapasitas blade (m3)
SF = swell factor (%)
FF = fill factor (%)
n = jumlah pengisian
D = density (ton/m3)
Ct = Cycle time (menit)
3.5.4 Penirisan Tambang
Penirisan tambang adalah upaya untuk mencegah atau mengeluarkan air yang
masuk atau menggenangi suatu daerah penambangan yang dapat aktivitas
penambangan.
Perkiraan air yang masuk ke dalam tambang berasal dari air lipasan
berupa air hujan dan air tanah berupa rembasan. Upaya yang dilakukan
pada penirisan tambang ini diantaranya adalah:
Pembuatan drainage/saluran air
Saluran air tambang berfungsi untuk mencegah air dari luar tambang serta
menampung air limpasan pada suatu daerah dan mengalirkannya ke tempat
yang lain. Saluran air ini dibuat di luar areal penambangan.
Pemompaan
Pemompaan ini dilakukan jika air yang telah masuk ke dalam tambang tidak
bisa dialirkan langsung menuju saluran yang dibuat. Untuk mengeluarkan
air yang masuk kedalam tambang maka dibuatlah suatu saluran penirisan
dan pemompaan. Besarnya debit air yang kedalam lokasi penambangan dapat
dihitung dengan menggunakan metode ”rasional” dengan persamaan sebagai
berikut:
Q = 0,278 x C x I x A ………………………… (3.9)
Dimana:
Q = Debit air yang masuk kedalam lokasi tambang (m3/detik)
C = Koefisien pengaliran
I = Intensitas curah hujan (mm/jam)
A = luas daerah tangkapan hujan (m2)
Dimensi saluran yang akan dibuat untuk mengalirkan air dari tambang
dapat diketahui dengan menggunakan persamaan “Manning” berikut ini:
Q = 1/n x R2/3 x S1/2 x A ………………………… (3.10)
Dimana:
Q = Debit air dalam saluran per detik (m3/detik)
n = Koefisien kekerasan saluran
S = “gradien” kemiringan dasar saluran
A = Luas penampang
R = jari-jari hidrolis
Beberapa bentuk-bentuk saluran yaitu:
a. Bentuk penampang segitiga
Bentuk ini biasanya dipergunakan untuk saluran dangkal. Saluran bentuk
ini tidak mudah digerus oleh air. Kelemahannya adalah membutuhkan waktu
yang cukup lama dalam pembuatannya.
b. Bentuk penampang segiempat
Bentuk saluran ini digunakan untuk debit air yang besar kelebihannya
yaitu mudah dalam pembuatannya dan biasanya dibangun pada bahan yang
stabil misalnya kayu, batu dan lain-lain. Kelemahannya adalah mudah
terjadi pengikisan sehingga terjadi pengendapan pada dasar saluran.
c. Bentuk penampang trapesium
Bentuk penampang ini adalah bentuk kombinasi antara segitiga dan
segiempat. Biasanya digunakan untuk saluran yang berdinding tanah dan
tidak dilapisi sebab stabilitas kemiringan dinding dapat
disesuaikan.Bentuk ini sering digunakan pada daerah tambang karena tahan
terhadap pengikisan dan mudah digunakan pada daerah tambang karena
tahan terhadap pengikisan dan mudah dalam pembuatannya serta cocok untuk
debit air yang besar.
Dan untuk menghitung dimensi saluran yang optimum dapat digunakan persamaan efisiensi hidrolis:
A = (b + zh) h …………………............................................ (3.11)
P = b + 2h 1 + (z)2 …………………………………………. (3.12)
R = A/P ……………………………………………………… (3.13)
Dimanan :
b = Lembar dasar saluran (m)
A = Luas penampang basah (m2)
P = Keliling basah (m)
R = jari-jari hidrolik (m)
Pembuatan sump / sumuran
Sumuran dibuat untuk menampung air yang masuk kedalam tambang dan dibuat
pada dasar bukaan kemudian dipompa keluar menuju kolampengendapan atau
settling pond yang lainnya. Setelah dari tambang tersebut diendapkan,
sebagian dipergunakan untuk keperluan tambang sebagian dialirkan ke laut
sekitar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar